YOGYAKARTA – Suyatno (63) memarkir becaknya di belakang Grha Sabha Pramana dan menggemboknya dengan sebuah rantai. Tidak lama kemudian, ia mengambil sebuah bungkusan plastik berwarna hijau yang tersimpan di belakang kursi sandaran becaknya. Bergegas ia mencari sudut gedung dan membuka isi tas plastik itu. Sebuah baju batik berwarna coklat terlipat rapi. “Sebelum pakai batik, saya lap dulu keringat saya, banyak sekali,” kata Suyatno sebelum naik ke lantai dua tempat berlangsung sebuah acara.
Suyatno datang ke kampus UGM dalam rangka menghadiri undangan pertemuan orang tua mahasiswa baru. Ia datang bukan sebagai orang tua mahasiswa baru, tetapi sebagai undangan khusus. Orang tua ini dinilai berhasil menguliahkan anaknya hingga lulus menjadi dokter di Fakultas Kedokteran (FK) UGM. Pria yang sehari-hari menetap di Terban, Kota Yogyakarta, ini memiliki empat orang anak. Namun, hanya anak bungsunya, Agung Bhaktiyar, yang dapat mengenyam bangku pendidikan tinggi, bahkan telah dilantik menjadi dokter pada pertengahan 2011 lalu.
Suyatno berkisah bahwa sang anak tidak pernah memberitahu jika mendaftar tes masuk UGM pada tahun 2005. Setelah dinyatakan lulus, barulah si bungsu memberi tahu. Saat itu, Suyatno sempat kaget dan terdiam, tidak menyangka jika anaknya dapat diterima di FK UGM. Ia hanya mengiyakan akan mendukung keinginan anaknya tersebut meski sebenarnya Suyatno masih ragu apakah mampu menguliahkan anaknya sampai selesai. Namun, keraguan itu tidak ia utarakan. “Bapak akan berusaha sampai kamu bisa selesai kuliah, Nak,” ujarnya kala itu membesarkan hati sang anak.
Agung pun mafhum dengan kondisi keluarganya. Ia pun tidak pernah memaksa orang tuanya untuk memenuhi keinginannya. Sejak kecil, Suyatno sudah membiasakan anak-anaknya untuk hidup sederhana, bahkan untuk membeli baju seragam dan sepatu sekolah, Suyatno selalu membelikan yang serba bekas. Suyatno memang tidak dapat berbuat banyak. Dari menarik becak, Suyatno hanya dapat membawa pulang uang sebesar Rp20.000,00 hingga Rp30.000,00 per hari. Istrinya, Saniyem, membantunya menopang ekonomi keluarga dengan bekerja sebagai pengumpul barang rongsokan di pasar Terban.
Kendati demikian, Suyatno dan Saniyem tetap optimis dan berdoa agar suatu saat anaknya dapat bernasib lebih baik. “Dulu saya berangan-angan paling tidak bisa melebihi saya,” kata pria tamatan pendidikan sekolah rakyat ini. Dalam perjalanannya, Suyatno tidak merisaukan biaya kuliah anaknya selama enam tahun di FK UGM karena Agung mendapat bantuan beasiswa dari UGM. “Tapi kalau untuk fotokopi dan uang saku, dia tetap minta ke saya. Kalau tidak ada, tetap apa adanya,” ujarnya.
Pengalaman Suyatno dalam menguliahkan anaknya hingga lulus menjadi dokter ini disampaikan di hadapan 3.717 orang tua mahasiswa baru yang hadir di Grha Sabha Pramana. Kisahnya membuat beberapa orang tua menjadi terharu. Namun, tidak sedikit pula yang merasa tergugah. Yang pasti, testimoni Suyatno membuktikan penarik becak pun ternyata dapat menguliahkan anaknya di UGM, jadi dokter lagi!
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa meninggalkan komentar sobat, karena komentar sobat sangat berguna dan bermanfaat untuk perkembangan blog ini. Thanks You